MAKALAH
PENERAPAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN
DI SEKOLAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Oleh
ANDI WAHYUDI
130210302028
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan Rohman dan Rohim-Nya kepada
penulis hingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang
direncanakan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Makalah ini berjudul “PENERAPAN TEORI
BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Belajar dan
pembelajaran.
Sejak
awal sampai selesainya makalah ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
tegur sapa dari para pembaca yang sifatnya kritik membangun akan penulis terima
demi kebaikan makalah selanjutnya. Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua orang khususnya bagi para pendidik.
Jember,
Maret 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat............................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Behavioristik............................................................ 3
2.2
Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran........................... 4
2.3
Tujuan Pembelajaran Behavioristik..................................................... 6
2.4
Tokoh-Tokoh Yang Mendukung Teori Behavioristik......................... 6
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 11
3.2 Saran................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Dalam lingkup yang lebih khusus,
terutama dalam konteks kelas,
psikologi belajar atau psikologi
pembelajaran banyak memusatkan
perhatiannya
pada psikologi dan pembelajaran. Fokusnya adalah aspek - aspek psikologis
dalam aktivitas pembelajaran, sehingga dapat diciptakan suatu proses
pembelajaran yang efektif. Upaya tersebut, dapat dilakukan dengan mewujudkan perilaku mengajar
yang efektif pada guru, dan mewujudkan prilaku belajar pada siswa yang terkait
dengan proses pembelajaran. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa psikologi
belajar mempunyai peranan besar dalam proses pembelajaran khususnya bagi kita
sebagai calon guru.
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan harus terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar
atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidak mampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah pengertian teori belajar Behavioristik?
1.2.2. Bagaimanakah penerapan teori Behavioristik dalam pembelajaran?
1.2.3. Apakah tujuan pembelajaran Behavioristik?
1.2.4. Siapa sajakah tokoh-tokoh yang mendukung teori Behavioristik?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui definisi teori Behavioristik.
1.3.2. Mengetahui penerapan teori Behavioristik dalam pembelajaran.
1.3.3. Mengetahui tujuan pembelajaran Behavioristik di sekolah.
1.3.4. Mengetahui tokoh-tokoh pendukung teori Behavioristik.
1.4. Manfaat
1.4.1. Untuk mengetahui perkembangan peserta didik.
1.4.2. Untuk mengetahui Karakteristik peserta didik.
1.4.3. Untuk memahami kemampuan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang
dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1)
Reinforcement and Punishment;
2) Primary and
Secondary Reinforcement;
3) Schedules of
Reinforcement;
4) Contingency
Management;
5) Stimulus Control in
Operant Learning;
6) The Elimination of
Responses (Gage, Berliner, 1984).
2.2 Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut.
Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang
harus dipahami oleh murid.
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya
dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada
jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk
metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi
bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan
manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem
pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek
pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai
fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis
skularistik.
Implikasi dari
teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
2.3
Tujuan Pembelajaran Behavioristik
Tujuan pembelajaran
menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan
belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan
pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper
and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya
bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
2.4 Tokoh-Tokoh Yang Mendukung Teori Behavioristik
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah
Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas
karya-karya para tokoh aliran behavioristik.
A. Teori Belajar
Menurut Thorndike(1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan.
Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit,
yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek;
(2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum
ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
B.
Teori Belajar Menurut Watson(1878-1958)
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan
dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam
diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut
sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson
adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
C.
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga
menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian
belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi
Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini,
tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
D.
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar
Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti
oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari
teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola
kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell,
Gredler, 1991).
E.
Ivan Petrovich
Pavlov (1849-1936)
Teori pelaziman
klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi
dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku
tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral
melahirkan respons terkondisikan.
Pavlo mengadakan
percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri
stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi
percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu
tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang
berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut
diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan
oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang
terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan
pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara
otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
F.
Teori Belajar Menurut Skinner(1804-1990)
Konsep-konsep yang
dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara
stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian
seterusnya.
G.
Albert Bandura
(1925-sekarang)
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan
pelaziman. Bandura menambahkankonsep belajar sosial (social learning). Ia
mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum
behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada
maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman
klasik).
Teori belajar Bandura adalah teori belajar social atau
kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati
dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura menjelaskan
perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbale balik yang
berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh lingkungan.
Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat,
produksi motorik, motivasi.
Behaviorsime
memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu,
sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal.
Perasaan dan pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai
reaksi pada psikologi ”mentalistik”.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Behaviorsime memang agak sukar
menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum
behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan
pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada
psikologi ”mentalistik”.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik,
meliputi:
(1) Reinforcement
and Punishment;
(2) Primary and
Secondary Reinforcement;
(3) Schedules of
Reinforcement;
(4) Contingency
Management;
(5) Stimulus
Control in Operant Learning;
(6) The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
3.2
Saran
Kami menyadri bahwasannya penyusun dari makalah ini
hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, kesempurnaan
hanya milik Tuhan Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif
akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri.
DAFTAR PUSTAKA
http//google.com/teoribehavioristik, diakses, 15 Oktober 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik, diakses, 15 Oktober 2010
http://zuwaily.blogspot.com/2013/02/aplikasi-teori-behavioristik-dalam.html#.UxRdeGdXvK0