Minggu, 14 Desember 2014

Buku Guru Kelas X Mata Pelajaran Sejarah

Buku Guru Kelas X Mata Pelajaran Sejarah. untuk melihat klik disini

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KURIKULUM 2013

Ketika pertama kali Kurikulum 2013 diberlakukan secara terbatas pada tahun pelajaran 2013-2014, bahwa untuk menunjang penerapan Kurikulum 2013 pemerintah telah menerbitkan sejumlah peraturan menteri yang menjadi rujukan penerapan Kurikulum 2013, diantaranya adalah peraturan menteri tentang:
1)       Standar Kompetensi Lulusan
2)      Standar Isi
3)      Standar Proses
4)      Standar Penilaian
5)      Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum mulai jenjang SD/MI sampai jenjang SLTA
6)      Buku Teks Pelajaran
Dalam rangka menindaklanjuti dan menjabarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah melalui Kemendikbud telah menerbitkan sejumlah peraturan baru yang berkaitan dengan kebijakan Kurikulum 2013, diantaranya tentang:
1)      Standar Kompetensi Lulusan (SKL);
2)      Standar Proses;
3)      Standar Penilaian;
4)      Struktur Kurikulum SD-MI, SMP-MTs, SMA-MA, dan SMK-MAK;
5)      Buku Teks Pelajaran.
Selanjutnya, untuk kepentingan pelaksanaan Kurikulum 2013 pemerintah menerbitkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Dalam rangka pelaksanaan Kurikulum 2013, pemerintah melalui Kemendikbud telah menerbitkan peraturan baru tentang Implementasi Kurikulum yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013.
Permendikbud No. 81A Tahun 2013 ini menyertakan 5 (lima) lampiran yang memuat tentang beberapa pedoman yang berkaitan dengan Implementasi Kurikulum 2013, yaitu:
    Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan;
1)      Pedoman Pengembangan Muatan Lokal;
2)      Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler;
3)      Pedoman Umum Pembelajaran; dan
    Pedoman Evaluasi Kurikulum.Peraturan ini tampaknya masih bersifat transisional, karena belum menggambarkan secara utuh dan lengkap bagaimana seharusnya mengimplementasikan Kurikulum 2013.
Memasuki tahun pelajaran 2014-2015, akhirnya secara resmi pemerintah memberlakukan Kurikulum 2013 dalam skala nasional. Dan untuk kepentingan pemberlakuan Kurikulum 2013 secara nasional ini, pada bulan Juli 2014 pemerintah melalui Kemendikbud menerbitkan beberapa Permendikbud guna melengkapi peraturan yang sudah ada, diantaranya tentang:
1)      Kurikulum SD;
2)      Kurikulum SMP;
3)      Kurikulum SMA;
4)      Kurikulum SMK;
5)      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan;
6)      Kegiatan Ekstra Kurikuler;
7)      Kepramukaan;
8)      Peminatan;
berikut ini beberapa permendikbud lainnya yang siap diluncurkan, terkait dengan implementasi Kurikulum 2013, diantaranya:
1)      Permendikbud No. 57/2014 tentang Kurikulum SD
2)      Permendikbud No. 58/2014 tentang Kurikulum SMP
3)      Permendikbud No. 59/2014 tentang Kurikulum SMA
4)      Permendikbud No. 60/2014 tentang Kurikulum SMK
5)      Permendikbud No. 61/2014 tentang KTSP
6)      Permendikbud No. 62/2014 tentang Kegiatan Ekstra Kurikuler
7)      Permendikbud No. 63 /2014 tentang Kepramukaan
8)      Permendikbud No. 64/2014 tentang Peminatan
Dari sejumlah “permendikbud siap luncur” ini, sesungguhnya saya sangat berharap untuk segera diluncurkan pula permendikbud yang mengatur tentang penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling. Di komputer saya, saat ini tersimpan beberapa draft mentah Permendikbud tentang Bimbingan dan Konseling, yang saya peroleh dari berbagai kegiatan pelatihan
Kurikulum 2013. Jika draft ini benar-benar dapat disahkan sebagai landasan yuridis penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah, maka hal ini menjadi momentum bersejarah bagi perjalanan profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia. Untuk pertama kalinya Indonesia memiliki regulasi setingkat Peraturan Menteri yang secara khusus mengatur tentang penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling.

STRUKTUR KURIKULUM 2013

Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan kurikulum.
Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.
iklan4-gbr1
iklan4-tabel1
iklan4-tabel2
Pada titik inilah, maka penyampaian struktur kurikulum dalam uji publik ini menjadi penting. Tabel 1 menunjukkan dasar pemikiran perancangan struktur kurikulum SD, minimal ada sebelas item. Sementara dalam rancangan struktur kurikulum SD ada tiga alternatif yang di mesti kita berikan masukan.
iklan4-tbl2
Di jenjang SMP usulan rancangan struktur kurikulum diperlihatkan pada tabel 2. Bagaimana dengan jenjang SMA/SMK? Bisa diturunkan dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang sudah ditentukan, dan juga perlu diberikan masukan.
Tiga Persiapan untuk Implementasi Kurikulum 2013
ADA pertanyaan yang muncul bernada khawatir, dalam uji publik kurikulum 2013? Persiapan apa yang dilakukan Kemdikbud untuk kurikulum 2013? Apakah sedemikian mendesaknya, sehingga tahun pelajaran 2013 mendatang, kurikulum itu sudah harus diterapkan. Menjawab kekhawatiran itu, sedikitnya ada tiga persiapan yang sudah masuk agenda Kementerian untuk implementasi kurikulum 2013. Pertama, berkait dengan buku pegangan dan buku murid. Ini penting, jika kurikulum mengalami perbaikan, sementara bukunya tetap, maka bisa jadi kurikulum hanya sebagai “macan kertas”.
Pemerintah bertekad untuk menyiapkan buku induk untuk pegangan guru dan murid, yang tentu saja dua buku itu berbeda konten satu dengan lainnya.
Kedua, pelatihan guru. Karena implementasi kurikulum dilakukan secara bertahap, maka pelatihan kepada guru pun dilakukan bertahap. Jika implementasi dimulai untuk kelas satu, empat di jenjang SD dan kelas tujuh, di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK, tentu guru yang diikutkan dalam pelatihan pun, berkisar antara 400 sampai 500 ribuan.
Ketiga, tata kelola. Kementerian sudah pula mnemikirkan terhadap tata kelola di tingkat satuan pendidikan. Karena tata kelola dengan kurikulum 2013 pun akan berubah. Sebagai misal, administrasi buku raport. Tentu karena empat standar dalam kurikulum 2013 mengalami perubahan, maka buku raport pun harus berubah.
Intinya jangan sekali-kali persoalan implementasi kurikulum dihadapkan pada stigma persoalan yang kemungkinan akan menjerat kita untuk tidak mau melakukan perubahan. Padahal kita sepakat, perubahan itu sesuatu yang niscaya harus dihadapi mana kala kita ingin terus maju dan berkembang. Bukankah melalui perubahan kurikulum ini sesungguhnya kita ingin membeli masa depan anak didik kita dengan harga sekarang.

UU permendikbud

Jika ingin melihat UU permendikbud, klik disini

UU Sisdiknas

jika anda ingin mendownload UU Sisdiknas Klik Disini

Sabtu, 22 Maret 2014

MAKALAH Teori Behavioristik






MAKALAH

PENERAPAN TEORI BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


Oleh
ANDI WAHYUDI
130210302028


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan Rohman dan Rohim-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang direncanakan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini berjudul “PENERAPAN TEORI BEHAVIORISTIK  DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Belajar dan pembelajaran.
            Sejak awal sampai selesainya makalah ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu tegur sapa dari para pembaca yang sifatnya kritik membangun akan penulis terima demi kebaikan makalah selanjutnya. Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang khususnya bagi para pendidik.        







                                                            Jember, Maret 2014
                                                                       
Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i   
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang..................................................................................... 1
1.2  Rumusan masalah................................................................................ 2
1.3  Tujuan ................................................................................................. 2
1.4  Manfaat............................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Behavioristik............................................................ 3
2.2 Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran........................... 4
2.3 Tujuan Pembelajaran Behavioristik..................................................... 6
2.4 Tokoh-Tokoh Yang Mendukung Teori Behavioristik......................... 6
BAB 3. PENUTUP
3.1  Kesimpulan......................................................................................... 11
3.2  Saran................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 12





BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang    
Dalam lingkup yang lebih khusus, terutama dalam konteks kelas,
psikologi belajar atau psikologi pembelajaran banyak memusatkan
perhatiannya pada psikologi dan pembelajaran. Fokusnya adalah aspek - aspek  psikologis dalam aktivitas pembelajaran, sehingga dapat diciptakan suatu proses pembelajaran yang efektif. Upaya tersebut, dapat dilakukan dengan mewujudkan perilaku mengajar yang efektif pada guru, dan mewujudkan prilaku belajar pada siswa yang terkait dengan proses pembelajaran. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa psikologi belajar mempunyai peranan besar dalam proses pembelajaran khususnya bagi kita sebagai calon guru.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
  Teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan harus terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidak mampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
1.2. Rumusan Masalah

1.2.1.      Apakah pengertian teori belajar Behavioristik?
1.2.2.      Bagaimanakah penerapan teori Behavioristik dalam pembelajaran?
1.2.3.      Apakah tujuan pembelajaran Behavioristik?
1.2.4.      Siapa sajakah tokoh-tokoh yang mendukung teori Behavioristik?

1.3. Tujuan

1.3.1.      Mengetahui definisi teori Behavioristik.
1.3.2.      Mengetahui penerapan teori Behavioristik dalam pembelajaran.
1.3.3.      Mengetahui tujuan pembelajaran Behavioristik di sekolah.
1.3.4.      Mengetahui tokoh-tokoh pendukung teori Behavioristik.

1.4. Manfaat

1.4.1.      Untuk mengetahui perkembangan peserta didik.
1.4.2.      Untuk mengetahui Karakteristik peserta didik.
1.4.3.      Untuk memahami kemampuan peserta didik.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Teori Belajar Behavioristik
             
           Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.     
           Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
              Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
              Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1)   Reinforcement and Punishment;
2)     Primary and Secondary Reinforcement;
3)     Schedules of Reinforcement;
4)     Contingency Management;
5)     Stimulus Control in Operant Learning;
6)     The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

2.2  Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran

          Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
             Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.          Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
          Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.   

          Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.

          Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.








2.3  Tujuan Pembelajaran Behavioristik
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
2.4  Tokoh-Tokoh Yang Mendukung Teori Behavioristik
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik.
A.    Teori Belajar Menurut Thorndike(1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
B.     Teori Belajar Menurut Watson(1878-1958)
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
C.     Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
D.    Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
E.     Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Teori pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan.
Pavlo mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
F.      Teori Belajar Menurut Skinner(1804-1990)
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
G.    Albert Bandura (1925-sekarang)
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Bandura menambahkankonsep belajar sosial (social learning). Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman klasik).
Teori belajar Bandura adalah teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh lingkungan. Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat, produksi motorik, motivasi.
Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.






                                         BAB III
                                      PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
(1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement;
(3) Schedules of Reinforcement;
(4) Contingency Management;
(5) Stimulus Control in Operant Learning;
(6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
3.2  Saran

      Kami menyadri bahwasannya penyusun dari makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri.
     
DAFTAR PUSTAKA

http//google.com/teoribehavioristik, diakses, 15 Oktober 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik, diakses, 15 Oktober 2010
http://zuwaily.blogspot.com/2013/02/aplikasi-teori-behavioristik-dalam.html#.UxRdeGdXvK0